Tiga negara bagian yaitu Texas, Indiana, Washington, serta wilayah District of Columbia telah mengajukan gugatan terhadap Alphabet Incorporated, perusahaan induk Google pada Senin (24/1), atas apa yang mereka sebut sebagai praktik pelacakan lokasi yang bersifat menipu serta memasuki ranah privasi pengguna. ”Google menyesatkan konsumen sehingga percaya bahwa mengubah akun dan setting perangkat mereka akan memungkinkan pelanggan melindungi privasi dan kendali mereka, dan membatasi akses perusahaan,” menurut kantor Jaksa Penuntut Washington DC, Karl Racine, dalam pernyataan. Tetapi Google “secara sistematik terus melakukan pengintaian terhadap pelanggan dan meraih keuntungan dari data pelanggan,” kata pernyataan itu, dan menyebut praktik itu sebagai “pelanggaran yang jelas terhadap privasi pelanggan.” Juru bicara Google, Jose Castaneda mengatakan, “jaksa-jaksa ini mengajukan kasus berdasarkan klaim yang tidak akurat dan pendapat yang sudah usang tentang setting dalam sistem kami. Kami selalu mengambangkan fitur-fitur privasi ke dalam produk kami dan menyediakan kendali yang kuat untuk data lokasi. Kami akan membela diri sekkuat mungkin dan meluruskan penyimpangan yang terjadi.” Jaksa negara bagian Texas Ken Paxton menuduh Google mengarahkan pelanggan secara salah dan meneruskan praktik melacak lokasi mereka sekalipun pengguna sudah berusaha mencegah hal itu. Google memiliki setting “location history” dan memberitahu pengguna bahwa kalau mereka mematikannya, maka “tempat-tempat yang kalian datangi tidak lagi tersimpan,” kata jaksa Texas itu. Namun, lanjut jaksa Texas itu, Google “terus melacak lokasi pengguna lewat setting dan metode yang lain yang tidak dilaporkan secara benar.” Jaksa negara bagian Washington Bob Ferguson mengatakan, pada 2020, Google meraih hampir $150 miliar keuntungan dari periklanan. “Data lokasi penting bagi bisnis periklanan Google sehingga ada insentif finansial untuk meyakinkan pengguna agar tidak mencegah akses ke data tersebut.” kata pernyataan dari kantor Ferguson pada Senin (24/1). Senator Demokrat Richard Blumenthal mengatakan, “tuduhan yang mengagetkan dalam gugatan bipartisan oleh empat jaksa negara bagian ini sekali lagi menunjukkan, perusahaan teknologi terus menyesatkan, menipu, dan mementingkan keuntungan ketimbang melindungi privasi pengguna.” [jm/ka]