Presiden Joko Widodo mengajak Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese bersepeda keliling Kebun Raya Bogor pada 6 Juni 2022. Sepeda yang mereka pakai cukup istimewa, karena berbahan bambu dan diproduksi di sebuah desa kecil di Temanggung, Jawa Tengah. Presiden memilih rute yang biasa dia lalui untuk berolahraga sepeda. Sambil mengayuh, keduanya berbincang menikmati udara Bogor, yang menurut presiden cukup baik hari itu. “Ya karena cuacanya bagus, dan naik sepeda ini kan ramah lingkungan. Saya kira kita harus memulai menyampaikan pesan, betapa pentingnya kendaraan-kendaraan yang ramah lingkungan,” kata Presiden yang juga menyebut sepeda yang dipakainya adalah sepeda bambu. Anthony Albanese sendiri tidak mampu menyembunyikan rasa senangnya, melewatkan waktu sejenak dengan sepeda bambu bersama Presiden Jokowi. Dia menyebut, kesempatan itu sebagai pengalaman luar biasa dan kehormatan besar, karena Jokowi mengajaknya naik sepeda bambu di Kebun Raya Bogor. “Presiden telah menawarkan kepada saya untuk membawa sepeda itu kembali ke Australia dan Anda akan melihat saya mengendarai sepeda bambu yang mungkin menjadi satu-satunya di Canberra. Tapi itu adalah pengalaman yang luar biasa dan setiap kali saya naik sepeda, saya akan ingat persahabatan dengan Presiden Widodo,” kata Albanese, seperti ditayangkan di laman resmi media sosial Sekretariat Presiden. Spedagi Dalanroto Pringrolas Sepeda bambu yang dipakai dua pemimpin negara bertetangga itu karya Singgih Susilo Kartono, desainer lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB). Singgih adalah juga desainer radio Magno, produk radio berbahan kayu yang begitu ternama. Dia tinggal dan berkarya di desa, dan memanfaatkan potensi lokal untuk kreasinya. “Sepeda bambu yang digunakan Presiden Jokowi itu Spedagi Dalanroto. Dalanroto itu tipe road bike. Tipe frame-nya pringrolas, pring itu bambu, rolas itu artinya dua belas. Sepeda bambu itu dibuat di Temanggung, Jawa Tengah, di Desa Kandangan, di tempat saya tinggal sekarang,” kata Singgih kepada VOA. Selain Dalanrata, Singgih juga membuat Spedagi dalam berbagai tipe lain seperti Rodacilik, Gowesmulyo dan Dwiguna. Masing-masing memiliki perbedaan dan cocok dipakai untuk jenis aktivitas berbeda pula. Material bambu menyumbang sekitar 40 persen dari keseluruhan material yang digunakan untuk Spedagi. Bambu dipilih karena tersedia melimpah di pedesaan, khususnya di kawasan tempat tinggal Singgih. Selain itu, tentu bambu dipakai karena kelebihannya. “Kalau untuk sepeda, bambu itu sebenarnya material terbaik, dibandingkan material yang lain yang selama ini digunakan untuk sepeda. Terutama dari aspek penyerap fibrasi. Bambu itu sebenarnya berupa sel-sel yang sangat berbeda strukturnya, dengan material lain misalnya besi, komposit, carbon fiber, dan lain-lain. Dia seperti mikro suspensi di dalamya,” jelas Singgih. Desain Spedagi dibuat dengan pertimbangan matang unutk mengoptimalkan kelebihan material bambu. Di sisi lain, Singgih juga mengakui bambu memiliki kelemahan karena karakternya yang lentur. “Pada titik-titik tertentu, ini tidak menguntungkan untuk sepeda terutama sepeda untuk racing atau kompetisi,” ujarnya. Bambu juga dipilih karena pertimbangan yang lebih luas. Pertama, tanaman ini tumbuh sangat cepat dan di banyak tempat sehingga mendukung dari sisi lingkungan. Sebaliknya, Singgih merasa masyarakat Indonesia justru bosan dan inferior ketika menggunakan Bambu, karena melimpah. “Saya merasa perlu mengangkat kembali harkat dan martabat bambu itu pada kedudukan yang seharusnya,” tambah Singgih bukan orang baru di dunia desain produk. Sejak lama dia dikenal sebagai kreator radio kayu Magno. Dirintis sekitar 2003, Magno mulai merambah pasar dunia pada 2005. Tahun 2008 Magno meraih Good Design Award Jepang kategori Innovation/Pioneering & Experimental Design. Setahun kemudian, Magno menerima Brit Insurance Design Award/Product of the Year Design Museum London. Singgih juga merintis pembukaan Pasar Papringan Ngadiprono. Pasar ini berada di papringan atau hutan bambu, dan menyuguhkan suasana khas pedesaan masa lalu. Singgih bahkan merancang alat pembelian khusus dari potongan bambu. Konsep pasar ini kemudian meluas dan ditiru banyak pegiat wisata di Tanah Air. Petualangan kreatif Singgih tentu tidak akan berhenti pada Spedagi. Dia memimpikan ada banyak kreator muncul di Tanah Air, memanfaatkan bahan alam yang ada di sekitarnya. “Kita memimpikan sesuatu yang tidak kita punya, tetapi yang kita punya tidak kita garap dengan baik. Bambu masih bisa dikembangkan di produk lain atau material lain di sekitar kita, dan tidak perlu impor,”tegasnya. Spedagi kata Singgih, bukan hanya sebuah sepeda. Spedagi menginspirasi Spedagi Movement, sebuah gerakan sosial yang fokus pada revitalisasi desa dengan berbagai kegiatan kreatif berbasis desa. Tanggapan Positif Berbagai Pihak Respons positif datang dari berbagai pihak terkait pilihan Presiden Jokowi pada sepeda bambu. "Saya mengapresiasi Bapak Presiden Jokowi yang dalam kesempatan pertemuan bilateral kemarin, memperkenalkan produk kreatif Spedagi Bamboo Bike, yaitu sepeda berbahan baku batang bambu karya kreatif Mas Singgih, pemuda asal Temanggung, Jawa Tengah,” kata Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno. Sandi juga mengatakan, kementerian yang dipimpinnya pernah berkolaborasi untuk mendukung kegiatan Singgih bersama rekan-rekannya di Pasar Papringan Ngadiprono. “Pasar yang menjadi daya tarik wisata baru, menawarkan atraksi dan menjual aneka produk kreatif kuliner dan kriya yang unik dan khas di tengah kebun bambu,” kata Sandi. Tanggapan positif juga datang dari dosen jurusan desain, Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Doni Arsetyasmoro. “Spedagi ini keren dan sudah teruji kekuatannya. Lolos dipakai untuk PBP Randonneur sama bentang Jawa,” kata Doni kepada VOA. PBP atau Paris-Brest-Paris dan Randonneur adalah istilah yang dikaitkan dengan aktivitas bersepeda dalam jarak jauh. Spedagi memang telah lolos dalam uji ini dengan menempuh jarak Jakarta-Madiun sejauh 750 kilometer dengan beban 90 kilogram tanpa kendala apapun. Doni, yang juga pegiat di Jogja Classic Vintage Bicycle menyebut, studi mengatakan bambu memang memiliki kekuatan tarik dan kelenturan yang dapat dimanfaatkan untuk rangka sepeda. Kelebihan lain adalah karena sumber materialnya melimpah, ramah lingkungan dan tidak perlu teknologi tinggi untuk pengolahannya. Namun, dia juga mengakui ada kekurangan dari bambu ketika menjadi material sepeda. “Kekurangan sepeda bambu secara desain kalau menurut saya adalah karena relatif susah untuk dapat dikreasikan menjadi berbagai macam bentuk. Berbeda dengan carbon atau alloy. Tetapi memang itu naturalnya bambu. Dia muncul apa adanya. Meminjam istilah dari Romo Mangun, sepeda bambu itu indah karena benar,” tambah Doni. Doni setuju, apa yang dilakukan Singgih ini penting untuk diduplikasi di tempat lain, dengan material yang bisa saja berbeda. Hanya saja, akan dibutuhkan upaya lebih karena manufaktur di Indonesia belum terbiasa untuk mendukung penggunaan material-material alternatif, terutama untuk sepeda. Mengaku sudah mengenal dan mencoba Spedagi sejak 2014, Doni mengakui ada perkembangan desain yang cukup menarik untuk sepeda ini. Pengaruh teknologi dan desain dari Jepang, menurut Doni cukup terlihat khususnya dalam produk terakhir yang dipakai Presiden Jokowi dan tamunya di Kebun Raya Bogor. Bagi Doni, Spedagi bukan hanya sebuah sepeda. “Saya melihat Spedagi tidak cukup hanya sebagai sekedar sepeda, jauh lebih besar dari itu. Spedagi tidak hanya sekadar alat transportasi. Itu yang sulit ditiru oleh desainer lain, ” ucapnya lagi. [ns/ah]