Lebih dari 200 pemilik usaha kecil dan menengah (UKM) di Korea Selatan ramai-ramai memangkas rambut mereka hingga nyaris gundul untuk memprotes perpanjangan jam malam dan pembatasan pemerintah di tengah meningkatnya kasus virus corona yang disebabkan oleh varian omicron yang menyebar cepat. Aksi pangkas rambut bersama itu digelar Selasa (25/1) di pusat kota Seoul, tepatnya di dekar gedung Majelis Nasional kota itu. Musik bernada sendu terdengar mengalun mengiringi aksi mereka. Beberapa pesertanya, terutama yang perempuan, terlihat menangis sewaktu mesin cukur memotong rambut mereka hingga hampir botak. Di bagian belakang panggung tempat mereka dicukur dipasangi spanduk besar bertuliskan “Kompensasi aktual untuk kerugian yang disebabkan oleh COVID-19”. Semua peserta terlihat mengenakan pakaian berwarna hitam dengan rompi merah tanda berkabung. Sementara menunggu giliran potong rambut, mereka terdengar meneriakkan kata-kata yang menuntut kompensasi pemerintah atas kerugian bisnis yang mereka derita. Sebagian lagi meneriakkan seruan “Akhiri jam malam.” Seorang demostran terlihat membawa poster bertuliskan “Kompensasi biaya sewa, biaya pemeliharaan dan biaya-biaya lainnya." Yang Hee-kyoung, 51 tahun, yang mengelola sebuah bar di selatan kota Busan, termasuk satu di antara perempuan pemilik UKM yang menangis. “Saya belum mampu membayar sewa bulanan, jadi saya menghadapi gugatan penggusuran dan harus memecat karyawan. Saya tidak punya kehidupan. Saya seperti berdiri di tepi jurang dan harus melakukan sesuatu. Saya bahkan sempat berpikir untuk mati saja, tapi tidak ada yang bisa saya lakukan setelah saya mati. Jadi, saya memutuskan untuk melakukan semua yang saya bisa, termasuk datang ke sini untuk memangkas rambut saya,” jelasnya. Korea Selatan memberlakukan kembali pembatasan yang lebih ketat pada Desember karena jumlah kasus harian yang memecahkan rekor. Banyaknya pasien yang sakit kritis membuat banyak rumah sakit kewalahan. Awal bulan ini, pemerintah memperpanjang kembali pembatasan itu hingga 6 Februari, atau tepatnya hingga setelah liburan Tahun Baru Imlek. Pembatasan jam operasi restoran, kafe dan bar ini sangat memukul bisnis para pemiliknya. Pemerintah sebetulnya menjanjikan dan bahkan telah memberikan sejumlah bantuan, namun para pemilik UKM menilai bantuan pemerintah sangat jauh dari memadai. Oh Ho-suk, salah seorang anggota panita penyelenggara protes itu, mengungkapkan, "Pemerintah selalu berbicara tentang kompensasi, tetapi mereka tidak memberi kami kompensasi yang sebenarnya. Jadi kami datang ke sini untuk mendapatkan kompensasi nyata atas kerugian kami. Kami juga ingin diberi kebebasan dalam jam operasi usaha kami.” [ab/uh]