Raksasa telekomunikasi Norwegia Telenor mengatakan, Jumat (18/3), bahwa pihak berwenang di Myanmar telah menyetujui rencananya untuk menjual bisnisnya di sana. Setelah militer menggulingkan pemerintah terpilih Myanmar tahun lalu, Telenor Group mengumumkan akan menjual bisnisnya di sana ke M1, sebuah perusahaan investasi yang berbasis di Lebanon. Pernyataan Telenor yang dikeluarkan pada Jumat (18/3) itu tidak menyebutkan nama pembelinya, tetapi mengatakan pihak berwenang Myanmar telah menyetujui penjualan tersebut dan memperkirakan kesepakatan itu akan segera direalisasikan. “Perubahan kepemilikan tidak akan berdampak langsung pada pelanggan, karyawan, atau mitra Telenor Myanmar. Transaksi tersebut merupakan pengalihan 100% saham perusahaan kepada pemilik baru,” kata Telenor. Kelompok-kelompok HAM menentang penjualan tersebut, dengan alasan bahwa hal itu meningkatkan risiko pelanggaran privasi yang berpotensi berbahaya bagi 19 juta pelanggan Telenor Myanmar. Para pengkritik kepemimpinan militer di Myanmar mengatakan mereka khawatir mitra lokal M1 tidak akan mungkin menolak permintaan militer untuk informasi mengenai orang-orang yang dicurigai menentang kudeta. Telenor Myanmar tunduk pada hukum Myanmar. Tetapi sebagai anggota Wilayah Ekonomi Eropa, Norwegia telah berjanji untuk mematuhi standar Eropa yang lebih ketat untuk perlindungan privasi. Dengan beralihtangannya bisnis Telenor ke M1, ada kekhawatiran bahwa para pelanggan Telenor Myanmar mungkin menghadapi risiko pembalasan yang lebih besar dari pemerintah yang dipimpin militer. Negara ini menghadapi pemberontakan yang oleh beberapa pakar PBB sekarang dicirikan sebagai perang saudara. Lebih dari 1.600 orang tewas dalam kekerasan itu, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik. Telenor adalah penyedia utama layanan telekomunikasi seluler di Myanmar. Perusahaan itu mengatakan, kondisi yang memburuk di Myanmar membuat Telenor sulit mematuhi standar HAM internasional. Fakta itu menjadi alasan utama bagi Telenor untuk menjual bisnisnya di sana. [ab/uh]