Breaking News >> News >> Voice of America


Pengamat: Meski Diburu Waktu, Otorita IKN Harus Jamin Partisipasi Rakyat


Link [2022-04-07 13:14:17]



Untuk memudahkan proses pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), pemerintah membentuk otorita. Meski memiliki kewenangan besar, lembaga ini disarankan tetap menjamin partisipasi pemerintah daerah dan publik. Otorita IKN adalah lembaga setingkat kementerian. Oleh Undang-Undang IKN, lembaga ini diberi kewenangan khusus dalam pemberian ijin investasi, kemudahan berusaha, pemberian fasilitas khusus kepada pihak yang mendukung pembiayaan IKN, serta pengembangan IKN dan daerah mitra. Namun, kewenangan besar itu semestinya tidak menghilangkan kewajiban Otorita IKN, untuk mendengarkan suara daerah. Hal ini dikatakan akademisi yang saat ini menjabat sebagai Koordinator Tenaga Ahli Sekretariat Nasional SDGs di Kementerian PPN/Bappenas, Yanuar Nugroho Ph D. “Karena ada di Kalimantan Timur, meskipun mendapatkan otoritas, Otorita IKN mesti berkoordinasi dengan pemerintah provinsi Kalimantan Timur, kabupaten Penajam Paser Utara dan kabupaten Kutai Kartanegara. Pasti dan harus. Apalagi, ketika sampai pada rencana tata ruang dan wilayah,” kata Yanuar dalam diskusi terkait IKN, yang diselenggarakan Pusat Riset Politik, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kamis (7/4). Yanuar memastikan, bahwa seluruh urusan yang ada dalam lingkup wilayah Ibu Kota, ada dalam kewenangan penuh Otoritas IKN. Namun dia memberi alasan, setiap proses pembangunan memiliki eksternalitas, atau dampak keluar kawasan. Kondisi inilah, kata dia, yang harus dipikirkan. “Saya baca di dalam Undang-Undang IKN, ini belum diatur. Eksternalitas semacam itu menurut saya yang menjadi fokus relasi, antara otorita dengan pemerintah provinsi dan kabupaten,” kata Yanuar. Koordinasi dengan pemerintah daerah itu penting, dalam banyak hal. Yanuar memberi contoh, pada proses pembangunan, apakah semua pekerja atau tukang akan didatangkan dari wilayah lain, misalnya Jawa. Begitupula dengan proses distribusi bahan-bahan pembangunan, yang pasti melewati wilayah-wilayah di luar IKN. Dalam skala lebih luas, koordinasi juga dibutuhkan untuk menjawab keresahan masyarakat dan pejabat lokal. Yanuar berbagi cerita, ketika datang ke kawasan IKN tahun lalu, dan mendengar sendiri pertanyaan terkait Aparatur Sipil Negara (ASN) yang sepenuhnya akan dipindahkan dari Jakarta. “Saya diutus ke IKN oleh Menteri Bappenas tahun lalu. Saya ketemu kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Kalimantan Timur, dan ada konsen mengapa semua ASN-nya dibawa dari pusat. Mereka menanyakan, apakah anak daerah tidak cukup mampu menjadi ASN di Ibu Kota negara, di tempat sendiri. Ini pertanyaan valid, yang mesti dipikirkan oleh Otorita IKN,” lanjut Yanuar. Partisipasi Basa-Basi Bahkan sebelum proses pembangunan fisik dimulai, pada penyusunan dasar hukum dan aturan pendukungnya, publik sudah meragukan komitmen pemerintah untuk mendengar suara mereka. Setelah UU IKN yang dinilai dibuat dalam waktu sangat singkat dan tidak menampung aspirasi masyarakat, perhatian kini tertuju pada Otoritas IKN. Lembaga tersebut saat ini tengah menyusun enam aturan pelaksanaan UU IKN. Harry Setya Nugraha, dosen Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman dalam diskusi ini menyebut partisipasi yang diberikan pemerintah hanya basa-basi. Dia mendasarkan penilaian itu pada sejumlah alasan. Salah satunya, adalah soal singkatnya waktu penyusunan enam aturan pelaksanaan UU IKN. “Saya kira, dua bulan adalah waktu yang cukup singkat untuk menyusun enam peraturan pelaksana dari sebuah agenda besar negara. Karena yang disusun ini adalah peraturan pelaksana dari agenda besar negara kita, yaitu perpindahan Ibu Kota Negara,” tegasnya. Waktu yang singkat itu, menurut Harry, berpotensi mengabaikan partisipasi bermakna dari masyarakat dan mengancam kualitas materi aturan pelaksanaan itu sendiri. Kondisi ini mengulang apa yang terjadi pada penyusunan UU IKN, dimana partisipasi masyarakat sangat rendah. Tidak mengherankan jika ada gugatan terhadap UU IKN, yang saat ini masih berlangsung di Mahkamah Konstitusi. Alasan lain, tambah Harry, adalah dibutuhkannya partisipasi bermakna, yang bukan merupakan basa-basi. Partisipasi bermakna membutuhkan ruang menyampaikan pendapat dan terlaksananya kegiatan konsultasi publik. “Selama ini pendekatannya ikan sepat, ikan gabus. Semakin cepat pembahasannya dianggap semakin bagus,” ujarnya. Harry menilai, konsultasi publik yang digelar di Balikpapan akhir Maret lalu, merupakan konsultasi basa-basi. Sejumlah lembaga yang dikatakan diundang, ternyata tidak menerima undangan untuk hadir, misalnya Walhi.   Pemerintah Ingin Semua Cepat Ade Irfan Pulungan, Tenaga Ahli di Kantor Staf Presiden, mengakui bahwa Presiden Joko Widodo memang menginginkan proses cepat terkait regulasi IKN. “Pak Jokowi juga sudah mengarahkan, bagaimana setelah UU nomor 3 ini disahkan, untuk sesegera mungkin turunan regulasi itu bisa berjalan atau selesai dengan waktu yang cepat,” ujarnya. Menurut target yang ditetapkan, bulan April sudah akan keluar beberapa Peraturan Presiden tentang penguatan Badan Otorita IKN. Aturan ini dibutuhkan agar ada legitimasi yang kuat terhadap percepatan pembangunan IKN. Ade tidak memungkiri adanya pro-kontra, seputar IKN termasuk pada proses penyusunan regulasi saat ini. “Orang juga mengkritik tentang kebijakan, regulasi, partisipasi publiknya kenapa begitu minim dan lain sebagainya. Saya juga punya pepatah, ikan sepat, ikan gabus, ikan lele. Lebih cepat, lebih bagus, tidak bertele-tele. Supaya semua sesuai dengan target pembangunan yang direncanakan pemerintah,” ujar Ade memberi alasan. Pembangunan IKN akan masuk dalam lima tahapan sampai 2045. Dalam tahap pertama, yang dimulai ketika UU IKN disahkan sampai 2024 nanti, menurut Ade, presiden menginginkan sudah ada pembangunan fisik terlihat di Nusantara, sebagai IKN baru. Setidak-tidaknya, lembaga kepresidenan beserta lembaga pendukungnya sudah memiliki kantor di sana. Ade mengingatkan, Presiden Jokowi ingin penyelenggaraan upacara bendara 17 Agustus 2024, diselenggarakan di IKN baru. Sesuai amanat UU IKN, ada sejumlah aturan yang harus disusun sebagai dasar hukum pembangunan Ibu Kota. Akan ada lima Peraturan Presiden, masing-masing tentang Otoritas IKN, Rincian Rencana Induk IKN, Kawasan Strategis Nasional, Pembatasan Pengalihan Tanah, dan Pembagian Wilayah IKN. Selain itu ada dua Peraturan Pemerintah tentang Kewenangan Pemdasus IKN serta Pendanaan dan Pengangaran IKN. Akan ada pula satu Keppres tentang Pengalihan Kedudukan dan Fungsi Ibukota DKI Jakarta ke IKN. Terakhir, dibutuhkan satu Aturan Kepala Otorita IKN, tentang Rencana Detil Tata Ruang IKN. [ns/ab]  



Most Read

2024-11-05 17:02:39