Pemerintah disebut sedang menyiapkan aturan baru yang ketat yang akan memungkinkan untuk mendenda dan mendakwa secara pidana platform internet dan media sosial, menurut sumber yang mengetahui langsung masalah tersebut mengatakan. Aturan tersebut berpotensi memperlambat pertumbuhan pesat perusahaan online di Indonesia yang diperkirakan mencapai $70 miliar. Aturan, yang menurut pihak berwenang diperlukan untuk membuat platform menghapus konten "melanggar hukum" dengan cepat, adalah salah satu aturan media sosial yang dianggap paling ketat di dunia. Hal tersebut mengikuti tindakan keras yang intensif terhadap konten online yang telah membuat khawatir para aktivis di negara-negara seperti India. Indonesia masuk ke dalam daftar 10 besar negara dengan pengguna media sosial terbanyak di dunia, termasuk Google dan Youtube milik Alphabet Inc, TikTok, Twitter, serta Facebook, Instagram dan Whatsapp yang dimiliki oleh perusahaan Meta. Beberapa eksekutif perusahaan online yang diberi pengarahan tentang rencana tersebut memperingatkan bahwa tindakan itu sulit untuk dipatuhi. Selain itu juga malah berpotensi meningkatkan biaya operasi, dan dapat merusak kebebasan berekspresi di Indonesia yang merupakan negara berpenduduk terbesar keempat di dunia, kata sumber tersebut. Berdasarkan aturan baru itu, pemerintah memiliki otoritas untuk meminta perusahaan menghapus konten yang dianggap melanggar hukum dalam waktu empat jam jika permintaan itu ditetapkan sebagai "mendesak", kata sumber tersebut. Permintaan lain, yang dapat datang dari lembaga pemerintah mana pun, harus dipenuhi dalam waktu 24 jam. Langkah-langkah tersebut, yang sedang disusun oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian Komunikasi dan Informasi, akan segera diselesaikan dan dilaksanakan mulai Juni, sumber tersebut mengatakan kepada Reuters. Keenam sumber dari perusahaan dan pemerintah menolak disebutkan namanya karena pembicaraan itu bersifat rahasia. Para pejabat mengatakan kepada perusahaan internet bahwa permintaan pemerintah yang dianggap "mendesak" akan mencakup konten yang dianggap sensitif di bidang-bidang seperti "keamanan, terorisme dan ketertiban umum, perlindungan anak, dan pornografi," kata dua sumber. Setelah menerima keluhan resmi, perusahaan akan didenda per item konten, dengan denda yang akan terus naik jika konten yang diminta tetap bertahan lebih lama di platform, menurut tiga sumber dan dokumen pemerintah yang dilihat Reuters. Nominal denda akan ditentukan oleh besaran perusahaan jika dikaitkan dengan pengguna lokal dan "keparahan konten", menurut dokumen tersebut. Besaran denda masih dibahas, tetapi mungkin dapat mencapai jutaan rupiah per item. Dan platform yang gagal memenuhi permintaan pemerintah pada banyak kesempatan dapat diblokir dan karyawan mereka mungkin menghadapi sanksi pidana, kata dua sumber. Peraturan tersebut akan berlaku untuk semua platform internet dan digital yang ditetapkan sebagai "operator sistem internet", mulai dari raksasa media sosial hingga perusahaan e-commerce dan fintech serta perusahaan telekomunikasi. Kementerian Keuangan dan Kementerian Komunikasi dan Informasi tidak segera menanggapi permintaan komentar. Sanksi Pidana Dibandingkan dengan langkah-langkah yang diusulkan pemerintah Indonesia, perusahaan media sosial di Vietnam diharuskan untuk menghapus konten yang dianggap menyinggung dari platform mereka dalam waktu satu hari setelah menerima permintaan dari pihak berwenang. Sementara itu, India memberi perusahaan waktu selama 36 jam untuk menghapus konten yang diminta, dengan kemungkinan pengenaan sanksi pidana jika mereka tidak mematuhinya. "Pemicu" untuk tindakan lebih keras di Indonesia adalah membanjirnya konten online yang melanggar hukum, mulai dari penipuan hingga hoaks atau disinformasi politik dan virus corona, kata seorang pejabat pemerintah yang mengetahui masalah tersebut. "Kami membutuhkan tindakan tegas sekarang karena pemerintah telah dikritik dan dianggap tidak mampu menjalankan kewajibannya," kata pejabat itu. Lima sumber perusahaan yang terlibat dalam pembicaraan itu mengatakan perusahaan lokal dan mancanegara tidak memiliki cukup karyawan untuk memenuhi permintaan pemerintah tepat waktu dan proses banding atas kasus-kasus tersebut masih belum jelas. Dua perusahaan memperingatkan bahwa hal itu bisa mendorong terjadinya "penyensoran berlebihan.” Peraturan tersebut akan memiliki dampak terbesar pada perusahaan media sosial, yang menganggap 270 juta penduduk muda Indonesia sebagai peluang besar untuk tumbuh. Facebook Meta memiliki 150 juta pengguna di Indonesia pada 2021, menurut data perusahaan. Booming ekonomi digital Indonesia mencapai $70 miliar menurut laporan Bain, Google, dan Temasek. Meta, Alphabet, Twitter, dan Tiktok tidak menjawab permintaan komentar. Tiga sumber di tiga perusahaan media sosial mengatakan mereka khawatir tentang kemungkinan campur tangan pemerintah terhadap konten online. "Ada kekurangan definisi (yang jelas) tentang apa yang dicakup, seperti (kategori) 'terorisme', kami dapat diminta untuk menghapus kritik terhadap pemerintah tentang topik-topik seperti Papua Barat," kata seorang sumber kepada Reuters, mengacu kepada provinsi paling timur di Indonesia yang diwarnai oleh konflik separatis selama beberapa dekade. Pemerintah telah melabeli kelompok separatis sebagai "teroris." "Banyak isu tentang kebebasan berekspresi akan muncul,” tegasnya. [ah/rs]