Serangan Rusia ke Ukraina diperkirakan akan mengganggu perdagangan dan rantai pasokan, yang berarti bisa menghambat pertumbuhan ekonomi dan harga yang lebih tinggi di seluruh dunia, menurut Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), hari Kamis (17/3). Dalam penilaian baru yang suram, OECD yang beranggotakan 38 negara mengatakan, pada tahun depan konflik akan mengurangi produk domestik bruto (PDB) ukuran luas output ekonomi sebesar 1,08% di seluruh dunia, 1,4% di 19 negara Eropa yang berbagi mata uang Euro dan sebesar 0,88% di Amerika Serikat. Tetapi pengeluaran belanja pemerintah dan pemotongan pajak sebagian dapat membatasi kerugian itu, kata OECD. Berbicara pada konferensi pers di Paris, Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann mengatakan, pasar internasional dan pembuat kebijakan harus "tetap tenang". "Sangat penting bahwa kami menjaga pasar tetap dibuka dan berjalan dengan bebas untuk mengimbangi harga dan memastikan pasokan yang ada dapat mencapai tempat-tempat yang paling dibutuhkan," ujar Cormann. Serangan Rusia terjadi ketika harga sudah melonjak dan rantai pasokan terhambat, dampak tak terduga dari pemulihan pandemi virus corona. OECD yang pada Desember memperkirakan inflasi dunia sebesar 4,2% tahun ini, meramalkan bahwa konflik akan menaikkan harga 2,47 persen di seluruh dunia selama tahun depan. Rusia dan Ukraina menyumbang kurang dari 2% PDB dunia, namun merupakan produsen penting komoditas tertentu. Keduanya misalnya, mengekspor sepertiga gandum dunia, sehingga meningkatkan kecemasan bahwa negara-negara seperti Mesir dan Lebanon yang bergantung pada ekspor gandum yang terjangkau untuk roti dan makanan pokok lain, akan menghadapi kekurangan pada bulan-bulan mendatang. Rusia juga merupakan produsen besar kalium yang digunakan untuk pupuk, paladium yang sangat penting untuk mobil, ponsel dan bahan untuk menambal gigi serta nikel yang digunakan untuk baterai mobil listrik dan baja, yang harganya telah melonjak sejak Januari. [ps/lt]