Jepang, pada Selasa (8/3), mengumumkan sebuah rangkaian sanksi baru terhadap Rusia sejak negara tersebut menginvasi Ukraina. Hal ini menandakan peralihan dari tanggapan Jepang yang dinilai lebih lembut dan tidak jelas terhadap pencaplokan wilayah Krimea pada 2014. Sanksi terbaru ini termasuk kendali atas gerakan dan aset milik beberapa orang yang terkait dengan Presiden Vladimir Putin, serta juga beberapa pejabat Belarusia. Sanksi Jepang ini juga meliputi larangan ekspor peralatan pengilangan minyak ke Rusia dan barang umum ke Belarus yang bisa dimanfaatkan militernya, demkian diberitakan oleh Reuters. Sasaran dari sanksi ini termasuk deputi kepala staf dari pemerintahan Putin, kepala dari Republik Chechnya, dan eksekutif dari perusahaan yang terkait dengan pemerintahan Kremlin seperti Volga Group, Transneft, dan Wagner Group, demikian disampaikan oleh Kementerian Keuangan Jepang pada Selasa (8/3). Pembatasan ini merupakan tambahan dari sanksi yang sudah diberlakukan pada akhir Februari, ketika Tokyo melarang masuk warga Rusia tertentu, dan membekukan aset dari yang lainnya, termasuk aset yang diduga adalah milik Putin. Jepang juga memberlakukan kendali ekspor high-tech dan bergabung dengan Kelompok Tujuh Negara Maju atau G-7, yang mencegah akses bank-bank Rusia ke sistem pembayaran antar bank SWIFT. Tindakan ini berlawanan dari komentar dari Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida sebelumnya tahun ini. Dalam pidato pada 17 Januari, Kishida mengatakan, Tokyo siap untuk membangun sebuah “hubungan menyeluruh dengan Rusia, termasuk kerjasama dalam sektor energi.” [jm/em]