Breaking News >> News >> Voice of America


Indonesia Inisiasi Sistem Kesehatan Global Pasca Pandemi Lewat G20


Link [2022-03-17 23:54:35]



Lembaga keuangan dunia IMF dan Bank Dunia lahir dari krisis ekonomi besar tahun 1940-an. Kini, ketika dunia dilanda pandemi, lompatan besar diperlukan di sektor kesehatan. Indonesia bertekad mewujudkan itu, dalam Presidensi G20 kali ini. Pandemi menjadi pelajaran penting bagi sektor kesehatan dunia. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin meyakini, ini adalah waktu yang tepat untuk bekerja lebih erat, dalam prinsip solidaritas. Utamanya, menurutnya, untuk mereformasi arsitektur sistem kesehatan global. Berbicara dalam seminar G20 dan Agenda Strategis Indonesia di Universitas Gadjah Mada, Kamis (17/3), Budi juga menekankan perlunya dunia membangun institusi baru untuk bangkit dari pandemi. “Sama seperti pemimpin dunia bervisi panjang, bervisi besar dan membangun IMF dan World Bank di tahun 1944 di Bretton Wood. Saya bilang ke Presiden, ini kesempatan bagi kepemimpinan Indonesia untuk mengambil peran itu. Sama seperti kepemimpinan Amerika di 1944. Berhasil atau tidak, tergantung kemampuan diplomasi kita,” papar Budi di depan forum internasional ini. Budi menyebut, ada tiga kunci program yang akan diusung Indonesia. Pertama, membangun resiliensi sistem kesehatan global. Kedua, mengharmonisasi standar kesehatan global. Ketiga, melakukan distribusi ulang, pusat produksi dan sumber daya global untuk vaksin, terapi dan peralatan kesehatan. “Negara-negara utara dan selatan ini ada kesenjangan yang lebar, bukan hanya dari vaksin tetapi juga alat kesehatan,” kata Budi memberi alasan. Indonesia juga akan mengupayakan terbentuknya dana global kesehatan. Sebagai mantan bankir, Budi memahami bagaimana peran besar IMF bagi negara-negara yang mengalami krisis keuangan. Di sektor kesehatan, peran serupa belum ada yang menjalankan. Karena itulah, akan ada dua kali pertemuan menteri kesehatan dalam rangkaian Presidensi G20 kali ini, dengan salah satunya pertemuan bersama menteri keuangan masing-masing negara. “Susah, karena banyak geopolitik dan ini pengalaman pertama saya terlibat dengan ini. Tetapi lobi sudah dimulai, setiap minggu saya meeting virtual dengan menteri kesehatan. Beberapa yang besar sudah saya datangi pribadi,” tambah Budi. Menteri Kesehatan Inggris dan Amerika Serikat, lanjut Budi, telah dia temui. Ke depan Menteri Kesehatan China telah masuk dalam agenda. Budi yakin, sebagaimana Soekarno mampu menyatukan negara-negara Non Blok, Indonesia ke depan juga akan mampu berperan besar di G20. Dorong Kerjasama Global Dalam seminar yang sama, Duta Besar dan Utusan Tetap RI untuk PBB, Dian Triansyah Djani juga menyinggung tugas berat Indonesia dalam Presidensi G20 di sektor kesehatan. “Yang kita hadapi saat ini, dalam presidensi kita adalah isu akses dan distribusi vaksin yang tidak setara, antar negara dan kawasan. Tiga puluh enam negara belum mencapai 10 persen populasi yang menerima vaksin,” kata Dian Triansyah. Data juga menunjukkan, lebih dari 85 populasi di benua Afrika, atau sekitar 1 miliar penduduk, belum menerima vaksin dosis pertama. “Saya kemarin mendapat informasi, ada seorang menteri perdagangan dari Afrika yang sama sekali belum disuntik vaksin,” tambahnya. Indonesia sendiri patut bersyukur, karena diplomasi vaksin selama ini telah membuahkan hasil. Komitmen G20 sendiri tahun lalu menyatakan, 40 persen penduduk dunia harus sudah di vaksin pada akhir 2021, dan 70 persennya pada pertengahan tahun 2022. “Kita pada 23 desember 2021 sudah melampaui angka 40 persen tersebut. Kita on track, tapi banyak negara lain yang belum mengalami ini, dan ini berdampak tentunya pada isu ekonomi, berdampak pada sosial politik, konflik dan semacamnya,” ucap Dian Triansyah. Jika kesenjangan antara negara maju dan negara berkembang semakin besar, Indonesia khawatir tujuan yang disepakati dalam Sustainable Development Goals (SGDs) tidak akan tercapai. “Jadi, presidensi kita diwarnai oleh upaya untuk mengembalikan SDGs kepada jalurnya lagi,” kata Dian lagi. Beban lain yang dihadapi Indonesia adalah persaingan geostrategi misalnya antara Amerika dengan China. Dian Trisnsyah juga menyebut, bencana karena kesalahan manusia juga masuk dalam daftar masalah. Selain itu, tidak kalah penting adalah perubahan iklim. Di satu sisi, kata Dian Triansyah, negara-negara maju menuduh negara miskin dan berkembang tidak memenuhi komitmen menekan perubahan iklim. Di sisi lain, negara miskin dan berkembang menunjuk negara maju, sebagai biang penyulut masalah. Kerja sama global juga melemah dalam beberapa tahun terakhir. Indonesia, kata Dian Triansyah, terdorong mengambil tindakan untuk mengembalikan kerja sama ini ke arah yang tepat. “Indonesia ingin adanya G20 mengarahkan kembali suatu global partnership. Perlu ada kerja sama efektif, perlu ada mekanisme multilateral lagi, untuk mengatasi tantangan global. Kalau semua negara seenaknya sendiri, melaksanakan apa yang dia mau, dunia akan kacau,” tandasnya. [ns/ab]



Most Read

2024-11-05 19:42:15