Dalam rapat kerja Komisi IV DPR dan Kementerian Pertanian, pada Kamis (2/6), para anggota DPR tampak menghujani pihak kementerian dengan kritik atas kunjungan yang mereka lakukan ke Brazil baru-baru ini. Berdiskusi dengan Brazil mengenai penyakit mulut dan kuku (PMK), yang kini menyerang sejumlah besar hewan ternak di Indonesia, dinilai sebagai sebuah langkah yang sia-sia oleh para anggota DPR mengingat negara di Amerika Selatan tersebut belum terbebas dari PMK. Namun, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo bersikukuh bahwa perjalanan itu penting dilakukan sebagai langkah antisipasi terhadap wabah PMK yang tengah melanda di dalam negeri. “Hasilnya ada komitmen-komitmen, yang pertama ada vaksin. Yang kedua, konsistensinya kalau ada tantangan-tantangan terkait dengan kelangkaan pasokan dari Australia terkait daging, kita bisa tetap ter-back up, tentu dengan protokol yang telah ditetapkan,” kata Syahrul di depan Komisi IV DPR. Syahrul juga mengakui, terdapat tawaran dari Australia terkait vaksin, tetapi sampai saat ini komitmen tertulis mereka belum diterima. Indonesia, lanjut Syahrul tetap berkomitmen membuat sendiri vaksin untuk mengatasi PMK. “Membutuhkan waktu 2-3 bulan, di Pusat Farmasi Veteriner di Surabaya dan sekarang berproses, dan kemudian langkah daruratnya adalah kita dapatkah dulu vaksin baik dari Australia, dari siapapun,” tambah Syahrul. Langkah ini tidak bermakna negara-negara tersebut menjual vaksin, tetapi menjadi bantuan darurat untuk menghadapi hari raya kurban. Dalam rapat yang sama, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian, Nasrullah, sempat menyinggung rencana mengimpor vaksin dari Prancis untuk mengatasi PMK. “Untuk sementara kami menyediakan uang untuk (mengimpor) satu juta (vaksin), yang ada di APBN kita yang ada sekarang dengan revisi yang ada dengan kegiatan-kegiatan yang sudah ada, kita menyiapkan untuk satu juta vaksin,” ujar Nasrullah. Ia juga mempertahankan keputusan kementerian yang memilih Brazil sebagai negara rujukan dalam mengatasi PMK. Ia menilai negara tersebut mampu mengatasi PMK selama 50 tahun terakhir, meskipun memang hanya zona-zona tertentu di Brazil yang dinyatakan bebas PMK. DPR sendiri mengkritik keras keputusan untuk mengimpor satu juga dosis vaksin, karena populasi ternak yang ada di dalam negeri mencapai puluhan juta. Satu juta vaksin, kata Ketua Komisi IV Sudin, bahkan tidak cukup untuk diberikan kepada sapi di Jawa Timur saja, belum untuk daerah lain. “Sudahlah, kita bilang bencana nasional, lapor ke presiden, lapor ke Bappenas, lapor menteri keuangan. Bagaimana yang sudah kena kita musnahkan. Setiap hari ada yang kena, dan terus bertambah. Yang namanya sapi perah itu sudah anjlok produksinya hampir 50 persen,” papar Ketua Komisi IV, Sudin. Hingga saat ini, pemerintah belum menetapkan PMK sebagai bencana nasional, sehingga penanganannya tidak dapat menggunakan anggaran darurat kebencanaan. DPR Minta Gerak Cepat Anggota Komisi IV Riezky Aprilia mengatakan, berdasarkan data yang ada hingga 27 Mei 2022, PMK telah menyerang sejumlah ternak di 18 provinsi dan 110 kabupaten/kota, dengan tren jumlah kasus yang terus menanjak. Riezky bahkan mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam menangani wabah ini. “Solusinya apa? Tadi bicara ke Brazil, tapi hasil enggak ada. Kita kan ada keterbatasan keuangan, coba negara ASEAN ini ada enggak. Vietnam, Thailand, yang dekat-dekat saja dulu, enggak usah jauh-jauh dari Prancis kesini, dari Brazil kesini,” ujarnya. DPR mendesak Kementerian Pertanian untuk mengambil setiap tawaran bantuan yang diberikan, mengingat kondisi PMK yang semakin memburuk. “Kalau bisa ada yang siap dan mau bantu, terima. Kita harus mengakui bahwa hari ini kita membutuhkan itu,” tandas Riezky. Kritik juga disampaikan Ketua Komisi IV DPR, Sudin, terkait keputusan Mentan datang ke Brazil yang belum bebas PMK. “Hasilnya itu belajar sama orang yang enggak punya kemampuan. Brazil itu secara negara, kita tidak bicara zona, secara negara itu masih PMK. Kenapa enggak belajar ke Australia, yang lebih dekat, yang sudah bebas PMK,” ujar Sudin. Sudin mengingatkan, kondisi PMK di dalam negeri semakin memburuk. Pemerintah Jawa Timur telah menetapkan status keadaan darurat bencana wabah PMK pada seluruh wilayah kabupaten dan kota. Selain itu, organisasi keagamaan juga sudah mengingatkan bahwa ternak yang terkena PMK tidak layak menjadi hewan kurban menjelang perayaan Idul Adha yang sudah di depan mata. Fatwa MUI Terkait PMK Komisi Fatwa MUI memang telah menetapkan fatwa bahwa ternak yang terinfeksi PMK gejala klinis kategori berat tidak sah untuk dijadikan hewan kurban. “Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku hingga terlepas dan atau menyebabkan pincang atau tidak bisa berjalan serta menyebabkan sangat kurus, hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban,” papar Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh, dalam pernyataan tertulis yang dikeluarkan di Gedung MUI Pusat, Jakarta pada Selasa (31/05). Sementara, jika gejala klinisnya ringan, MUI menilai ternak tersebut tetap sah sebagai hewan kurban. Kategori ringan ditandai dengan lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya. [ns/rs]