Breaking News >> News >> Voice of America


Herry Wirawan Pemerkosa 13 Santriwati Divonis Seumur Hidup


Link [2022-02-15 15:34:26]



Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Bandung pada Selasa (15/2) menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup kepada seorang guru atas aksi pemerkosaan yang dilakukan pada 13 muridnya. Herry Wirawan, 36, dinyatakan bersalah memperkosa 13 siswi - semuanya di bawah umur - dan menghamili setidaknya delapan dari mereka. Aksi Herry yang juga merupakan seorang ustaz di pesantren itu memicu kemarahan masyarakat. Seorang pejabat senior pemerintah mengatakan Presiden Joko Widodo telah memberikan perhatian khusus pada kasus ini. Pola penganiayaan terungkap ketika keluarga seorang siswi melaporkan Herry ke polisi karena memperkosa dan menghamili putri remaja mereka tahun lalu. Selama persidangan, terungkap bahwa dia telah memperkosa anak-anak -- banyak dari keluarga miskin yang bersekolah dengan beasiswa -- selama lima tahun. Jaksa meminta Herry dijatuhi hukuman kebiri kimia dan hukuman mati. Namun ia meminta keringanan hukuman agar dapat membesarkan anak-anaknya. Herry tiba di pengadilan dengan borgol dan menundukkan kepalanya karena hakim Yohannes Purnomo Suryo Adi menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup. Pengadilan mengatakan ganti rugi bagi para korban akan dibayar oleh pemerintah. Panel tiga hakim di Pengadilan Negeri Bandung memvonis Wirawan melanggar UU Perlindungan Anak dan KUHP. Mereka juga memerintahkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk membayar 331 juta rupiah ($23.200) sebagai kompensasi gabungan yang diminta oleh para korban dan antara $600 dan $6.000 untuk perawatan medis dan psikologis untuk setiap korban. ''Terdakwa sengaja melakukan kekerasan dan perbuatan cabul,'' kata Hakim Ketua Yohannes Purnomo Suryo Ali. “Alih-alih mendidik murid-muridnya, ia menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memaksa anak-anak melakukan hubungan seksual dengannya.'' Hakim juga memutuskan bahwa sembilan anak yang lahir dari korban harus diserahkan ke Badan Perlindungan Anak dan Perempuan dengan evaluasi berkala sampai para korban siap secara mental untuk merawat anak-anak mereka, dan situasi memungkinkan anak-anak mereka dikembalikan ke para korban. Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengatakan putusan Selasa (14/2) berarti "keadilan bagi para korban telah ditegakkan.” Namun seorang anggota keluarga dari salah satu korban mengatakan kepada AFP bahwa dia "sangat kecewa" karena Wirawan tidak menerima hukuman yang lebih berat dan memperingatkan bahwa keringanan hukuman akan membuat pelaku kekerasan lainnya berani. "Luka ini tidak akan pernah sembuh selama kita hidup, mungkin sampai kita mati. Rasa sakit yang kita rasakan tak terlukiskan. Kita tidak merasa didengarkan," kata Hidmat Dijaya, paman dari salah satu dari 13 korban tersebut. "Kami akan membiarkan Tuhan sebagai hakim tertinggi menghukumnya. Kami hanya bisa berdoa karena para hakim itu gagal mewakili luka dan rasa sakit kami." Lebih dari 25.000 pesantren tersebar di seluruh Indonesia, dengan hampir lima juta santri tinggal dan belajar di asrama. Kasus pemerkosaan di Bandung telah menyorot masalah pelecehan seksual di beberapa sekolah, dengan 14 dari 18 kasus yang dilaporkan ke Komisi Perlindungan Anak tahun lalu terjadi di pesantren. Tahun lalu dua guru di sebuah sekolah asrama di Sumatera Selatan ditangkap karena melakukan pelecehan seksual terhadap 26 siswa laki-laki selama setahun. Dan pada tahun 2020, seorang guru pondok pesantren di Jawa Timur divonis 15 tahun penjara karena melakukan pelecehan seksual terhadap 15 santriwati. Presiden Jokowi pada bulan lalu meminta parlemen untuk menyetujui RUU tentang "penghapusan kekerasan seksual", yang berupaya memerangi kejahatan seks dan memberikan keadilan kepada para korban, termasuk dalam kasus pemerkosaan dalam perkawinan. Mengaku Bersalah Herry Wirawan, pemimpin pondok pesantren di Bandung itu, mengaku bersalah dan meminta maaf kepada para korban dan keluarga mereka selama persidangan. Menurut dokumen dakwaan, Herry dituduh memerkosa setidaknya 13 santriwati berusia antara 11 dan 14 tahun dari 2016 hingga 2021 di sekolah, di kamar hotel atau di kamar kontrakan. Sedikitnya sembilan bayi dilaporkan lahir sebagai akibat dari perkosaan tersebut. Kasus ini memicu kecaman publik mengingat banyaknya jumlah korban dan lamanya tindakan tidak senonoh itu berlangsung. Para pejabat mengatakan banyak korban tidak melaporkan kasus mereka karena takut harus kembali mengingat pengalaman traumatis mereka, dan para orang tua mereka percaya bahwa pondok pesantren itu membimbing anak-anak mereka untuk menjadi orang yang baik dan religius. Pihak kepolisian Jawa Barat mulai mengusut kasus ini dan menangkap Wirawan Mei lalu ketika orang tua seorang korban melapor ke polisi setelah putri mereka pulang untuk berlibur dan mengaku baru saja melahirkan. Kasus ini tidak dipublikasikan sampai November, ketika proses pengadilan dimulai. Polisi mengatakan mereka menunggu untuk mempublikasikannya untuk mencegah gangguan psikologis dan sosial lebih lanjut pada para korban. [ah/rs] [ab/uh]



Most Read

2024-11-06 00:15:17