Ecological Observation and Wetlands Conservation (ECOTON) menggelar Ekspedisi Sungai Nusantara selama sepuluh bulan ke depan, yang mendeteksi kesehatan sungai di 68 sungai di Indonesia. Hasil laporan dari deteksi kesehatan sungai ini akan dijadikan masukan bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan kualitas sungai di Indonesia. Ekspedisi Sungai Nusantara, yang digagas ECOTON, menyasar 68 sungai di sejumlah kota di Indonesia. Mereka mengkaji kesehatan sungai melalui serangga ar, kandungan mikroplastik, serta polutan dalam air. Kegiatan yang akan berlangsung hingga sepuluh bulan kedepan, dengan mengajak berbagai komunitas peduli lingkungan, siswa-siswi sekolah, serta berbagai elemen yang menginginkan kualitas air sungai lebih baik. Direktur Eksekutif ECOTON, Prigi Arisandi, mengatakan Ekspedisi Sungai Nusantara ingin mengetahui tingkat pencemaran di air sungai yang dapat dilihat dari keberadaan serangga air sebagai indikator pencemaran. “Akan mendeteksi kesehatan sungai, jadi dengan serangga air kita akan sungai ini tercemar berat, tercemar ringan, tercemar sedang, atau tidak tercemar,” jelasnya. Ekspedisi Sungai Nusantara diawali di Sungai Gogor, di Wonosalam, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, dan diikuti oleh sejumlah siswa-siswi yang tergabung dalam “Polisi Air” SMP Negeri 1 Wonosalam. “Polisi Air” ini bertugas mendeteksi tingkat pencemaran di sungai, dengan mencari dan mendata serangga air yang ditemukan di sungai. Pendamping “Polisi Air” SMP Negeri 1 Wonosalam, Arum Wismaningsih, mengatakan keberadaan serangga atau biota air tertentu dalam jumlah besar dapat menjadi indikator air sungai yang bersih maupun tercemar. “Minimal, biasanya saya menemukan sekitar 20 jenis. Nah itu kebanyakan dari varian yang lebih sensitif terhadap pencemaran. Artinya kan berarti sungai ini masih bersih,” jelas Arum Wismaningsih. Selain melakukan sensus serangga air, “Polisi Air” SMP Negeri 1 Wonosalam ini juga melakukan brand audit terhadap kemasan plastik yang mengotori sungai, yang menjadi salah satu sumber pencemaran mikroplastik di air. Chelsea Florensia Cantika Putri, salah seorang “Polisi Air”, berharap masyarakat tidak lagi menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan sampah, karena dapat menimbulkan kerusakan lingkungan, penyebab penyakit, serta menganggu kehidupan makhluk hidup lain. “Kalau buang sampah jangan ke sungai, soalnya kasihan makhluk hidup di dalamnya. Kasihan yang minum air sungai, mandi air sungai, kan bisa saja bakterinya sampai tubuh, membuat sakit kesehatannya, kasihan yang memanfaatkan sungai,” jelasnya. 84 Persen Bahan Baku Air Minum Berasal dari Sungai Sungai merupakan salah satu sumber kehidupan bagi banyak makhluk, termasuk sumber air minum bagi masyarakat di sebagian besar wilayah di Indonesia. Dikatakan oleh Prigi Arisandi, sekitar 84 persen bahan baku air minum masyarakat, khususnya di Jawa, berasal dari sungai. Namun, Prigi menyebut sekitar 70 hingga 80 persen sungai di Indonesia dalam kondisi rusak. Hal ini kata Prigi, disebabkan beban berat sungai yang harus menampung berbagai limbah rumah tangga maupun industri, namun tidak ada tindakan pemerintah untuk melindungi sungai. Prigi berharap, Ekspedisi Sungai Nusantara yang dilakukan pada tahun ini, akan menjadi masukan serta dasar kebijakan bagi pemerintah di masa mendatang, agar dalam pembangunan yang dilakukan tetap berorientasi pada keselamatan lingkungan. “Jadi, tahun 2022 ini kita akan menginventarisasi, mengabarkan, mengajak banyak orang untuk mengenal sungai, 2023 akan kita kabarkan melalui film, ada film dokumenter, kita akan buat buku, juga akan membentuk 68 komunitas sungai. Nah, ini nanti kita akan mengabarkan bareng-bareng, harapan kami pemimpin kita punya wawasan tentang sungai. Jadi, harapan kami di 2024, Presiden kita itu punya orientasi untuk menyelamatkan sungai dalam melakukan pembangunan,” jelas Prigi. [pr/em]